Senin, 15 Februari 2010

Renungan:Antara "Takdir Tuhan" dan "Usaha Manusia"

Ada sebuah cerita yang pernah saya baca disebuah buku (entah namanya apa hehehe). Ceritanya itu berisi sebuah renungan mengenai hubungan “Takdir Tuhan” dengan “Usaha Manusia”.

Kurang lebih ceritanya kayak gini. Alkisah(cie….kayak jadi lampau banget hehehe) Tuhan Telah memberi takdir kepada dua orang manusia sebelum mereka dilahirkan. Takdirnya itu adalah keduanya akan menjadi seorang dokter. Tidak bisa diubah pokoknya mereka akan menjadi dokter. Seiring berjalannya wakyu, akhirnya kedua manusia itu dilahirkan. Sama seperti manusia lainnya, mereka pun menjalani kehidupannya sampai tibalah masa mudanya.

Budi (manusia satu) mengisi dan menjalani kehidupannya dengan sebenar-benarnya. Shalat lima waktu tidak pernah dia tinggalkan. Dia tidak pintar-pintar amat, tapi kalau masalah ketekunan luar biasa giatnya. Kalau masalah rengking, tidak pernah dia berada di zona degradasi. Malahan dia sering ada di kelasmen atas. Kadang di puncak kelasmen, kadang di posisike dua, kadang juga di posisike tiga. (Lho kok kayak liga sepak bola).

Joko (manusia dua), biasa dipanggil Ko. Masa mudanya itu sangat timbal balik dengan Budi. Agamanya tidak jelas. Ngakunya sih Islam, tapi shalatnya lebih banyak yang bolong dari pada yang dikerjakan. Begitu pula dalam hal pelajaran. Sebenarnya sama seperti Budi, dia juga tidak pintar-pintar amat. Tapi yang beda itu Budinya rajin, sedangkan dia malas (banget). Sehingga yang awalnya tidak pintar-pintar amat berubah menjadi amat tidak pintar-pintar.

Akhirnya keduanya tiba pada masa “penganugrahan” takdir Tuhan itu. Ya..memang benar takdir tuhan yang telah diberikan dahulu tidak berubah,tetap, keduanya menjadi seorang dokter. Namun ada perbedaan perlakuan antara kedua manusia itu. Budi dengan usahanya yang gigih berhasil mendapat gelar “Dr.” di depan namanya. Sekarang dia dipanggil Dr. Budi (dokter Budi). Sedangkan Kun dengan usahanya yang bisa dibilang nihil juga mendapatkan gelar di depan namanya yaitu “dr”. Sekarang dia dipanggil dr-kun (baca: dukun) atau mbah dukun.

Meski dokter dan dukun memiliki kesamaan yaitu mengobati orang yang sakit. Namun sudah jelas, dipandang dari segi kehormatn dan pendapatan, jelas dokter lebih tinggi daripada dukun.....

Minggu, 07 Februari 2010

Kisah 2 Buah Biji

Di sebuah ladang yang subur, terdapat 2 buah bibit tanaman yang terhampar. Bibit yang pertama berkata, “Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku sangat dalam di tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku, untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari, serta kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku.”
Dan bibit yang pertama inipun tumbuh, makin menjulang.
Bibit yang kedua bergumam. “Aku takut. Jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman.”
Dan bibit itupun menunggu, dalam kesendirian.
Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi, dan memakannya segera.
***
Teman, memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus kita jalani. Namun, seringkali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, dan kebimbangan-kebimbangan yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak mau melangkah, tak mau menatap hidup. Karena hidup adalah pilihan, maka, hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan, maka, pilihlah dengan bijak.
Sahabat, tiap pilihan selalu ada resiko yang mengiringinya. Namun jangan sampai ketakutan, keraguan dan kebimbangan, menghentikan langkah kita.
ps. “Bukalah setiap pintu kesempatan yang datang mengetuk, sebab, siapa tahu, pintu itu tak mengetuk dua kali.”

Plurk

 
Copyright© wong geje